
KABARBALI.ID, DENPASAR – Setelah lebih dari satu dekade vakum, ruang seni legendaris Serambi Art Antida akhirnya resmi dibuka kembali dengan nama baru: Antida Sound Garden. Peresmiannya ditandai dengan gelaran bertajuk “The Rebirth of Antida Sound Garden”, yang digelar Sabtu malam (19/7/2025) dan dihadiri puluhan penonton serta pegiat seni dari berbagai komunitas.
Acara peluncuran ini berlangsung meriah di dua area utama—indoor dan outdoor—yang bergantian menjadi panggung pertunjukan musik, tari, dan puisi. Sejumlah nama musisi dan seniman tampil dalam format kolaboratif dan eksperimental, di antaranya Made Mawut, Jasmine Okubo, Pranita Dewi & Yan Sanjaya, Sandrina Malakiano, Dialog Dini Hari, Galiju, dan The Munchies.
Pendiri Antida Sound Garden, Anom Darsana, menyampaikan bahwa pembukaan kembali ruang ini bukan sekadar nostalgia, tetapi sebuah komitmen baru untuk merawat dan memperkuat komunitas seni yang inklusif dan berkelanjutan.
“Antida selalu punya ruang bagi yang tak punya tempat. Ia bukan hanya venue—ia tempat orang-orang percaya bahwa seni bisa mengubah hidup,” ujarnya.
Antida Sound Garden kini hadir dengan wajah baru secara infrastruktur, namun tetap mempertahankan esensi lamanya—sebagai ruang ekspresi bebas yang pernah menjadi rumah bagi musisi-musisi independen ternama Bali seperti Nosstress, Navicula, The Hydrant, dan Dialog Dini Hari.
Malam peresmian diwarnai nuansa musikal yang beragam, dari blues, puisi kontemporer, hingga eksplorasi instrumental dan groove psikedelik. Panggung outdoor dibuka oleh Made Mawut, musisi blues asal Denpasar dengan gaya membumi dan lirikal. Sementara itu, di area indoor, Sandrina Malakiano membawakan lagu-lagu dari album terbarunya bertajuk AIR, sebelum kemudian Jasmine Okubo memukau penonton dengan tarian kontemporer bertema tubuh dan transisi.
Grup Dialog Dini Hari tampil membawa kekuatan musikal dan liris yang sempat menghidupkan Serambi Art Antida di masa lalu. Suasana syahdu hadir lewat segmen puisi oleh Pranita Dewi dan Yan Sanjaya, menambah kedalaman suasana malam itu. Menjelang akhir, Galiju menghadirkan eksplorasi alat musik yang memadukan elemen tradisi lokal dengan pendekatan modern, sebelum akhirnya The Munchies menutup malam dengan semangat penuh hingga larut.
Dengan kembalinya Antida Sound Garden, Denpasar—dan Bali pada umumnya—kini kembali memiliki sebuah rumah kreatif yang bukan sekadar panggung seni, tetapi juga ruang pertemuan lintas disiplin dan interaksi kolektif. (Nita/Kab).