
KABARBALI.ID, GIANYAR – Kecintaan pada seni lukis mengantarkan I Made Suasta warga asal Banjar Mawang Kelod, Desa Lodtunduh, Kecamatan Ubud, Gianyar, menjadi pelukis sekaligus pengajar lukisan bagi wisatawan mancanegara.
Pria 46 tahun ini, sejak kecil, Suasta tumbuh di lingkungan seni budaya Bali. Namun, di antara banyak cabang seni seperti seni tabuh, ogoh-ogoh, dan kesenian tradisional lainnya, melukis menjadi pilihan hatinya.
“Melukis membuat hati saya nyaman dan damai. Lewat kanvas, saya bisa menuangkan isi hati menjadi karya,” ujar Suasta saat ditemui di Restu Art Studio miliknya di Jalan Raya Mawang, Ubud, Selasa (15/7/2025).
Restu Art Studio tak hanya menjadi tempat Suasta berkarya, tetapi juga ruang belajar bagi banyak turis asing yang tertarik mempelajari seni lukis Bali. Aktivitas mengajar ini bermula secara spontan, ketika seorang wisatawan yang membeli lukisan di studionya meminta diajarkan melukis langsung.
“Awalnya cukup sulit karena mereka belum paham teknik dan bahan. Tapi dengan kesabaran, saya bisa membimbing mereka hingga menghasilkan karya,” kenangnya.
Sejak saat itu, kegiatan mengajar menjadi rutinitas. Metode pengajarannya disusun mulai dari pengenalan alat dan bahan, latihan membuat sketsa dasar, hingga pewarnaan dan penyelesaian lukisan.
Menurut Suasta, wisatawan paling banyak datang dari Australia. Mereka antusias mempelajari gaya lukis tradisional dan modern Bali, meski ada pula yang mencoba gaya impresionis atau ekspresionis. “Bahkan ada yang rutin datang setiap tahun untuk belajar, dan menjadi teman baik sampai sekarang,” imbuhnya.
Dalam mengajar, Suasta juga dibantu sang istri, Ni Wayan Puspadewi, yang lebih fasih berbahasa asing.
Meski menekuni seni lukis sejak muda, perjalanan Suasta tak selalu mulus. Namun baginya, semua dinamika hidup adalah bagian dari proses kreatif. “Perjalanan saya seperti warna dalam lukisan. Ada terang, ada gelap. Tapi semua itu membuat saya terus semangat,” katanya.
Suasta menganggap melukis bukan sekadar keterampilan menggambar, melainkan proses spiritual dan meditasi batin yang menghadirkan kedamaian. Ia berharap lewat karya dan pengajaran, kecintaan terhadap seni lukis bisa menular ke generasi muda dan para pengunjung Bali.
“Saya ingin terus berkarya dan berbagi ilmu kepada siapa saja yang ingin belajar. Karena dalam setiap goresan kuas, ada jiwa yang bicara,” tutup Suasta, kelahiran 10 Maret 1979, dengan senyum tenang. (Sta/Kab).