Klungkung, kabarbali.id – Puncak karya agung Mamungkah, Ngenteg Linggih, Mapeselang, lan Padudusan Agung digelar di Pura Dalem Tugu, Desa Gelgel, Kecamatan/Kabupaten Klungkung pada Anggara Kliwon Medangsia, Selasa (15/10/2024).
Upacara sakral yang digelar setiap 25-30 tahun sekali ini menjadi puncak dari serangkaian acara keagamaan besar yang telah berlangsung sejak beberapa bulan sebelumnya melibatkan partisipasi dari 13.000 kepala keluarga (KK) di seluruh Bali dan nusantara.
Ketua Umum Pasemetonan Pratisentana Sira Arya Kubon Tubuh Kutawaringin (PPSAKK), Prof Dr I Ketut Mertha, didampingi I Nengah Sudipa,dan I Wayan Gede Rumega, menerangkan tujuan akhir karya agung ini mencakup tiga hal utama.
Meningkatkan sradha bhakti kepada Ida Sanghyang Widhi dan leluhur, mempererat soliditas dan solidaritas di antara semeton PPSAKK, dan menjadi media pewarisan nilai-nilai luhur dari para leluhur kepada generasi penerus.
Karya agung ini dilaksanakan sebagai wujud syukur setelah rampungnya sejumlah proyek restorasi dan perluasan areal Pura Dalem Tugu. Proyek-proyek tersebut meliputi perluasan pura menjadi tiga mandala, restorasi palinggih, pembangunan area parkir, serta penataan fasilitas powargan seperti kamar mandi dan sarana pendukung lainnya.
“Kegiatan ini didasari harapan untuk meningkatkan vibrasi kesucian pura serta kenyamanan umat bersembahyang,” ujar Prof Ketut Mertha.
Puncak karya agung dilaksanakan dengan tiga tahapan besar meliputi upacara pengebek, pengodal, pangenteg, mapeselang, dan pedanan yang dilaksanakan di utama mandala dan madya mandala. Seluruh prosesi dipimpin 11 sulinggih Siwa dan Budha. Ida Bhatara nyejer selama 11 hari hingga tanggal 26 Oktober 2024.
“Nyineb pada Saniscara Umanis Pujut tanggal 26 Oktober dengan prosesi mendem bagia pulakerthi, majauman, dan masineb. Setelah itu, tirta yatra dan maajar-ajar ke Pura Goa Lawah dan Tampaksiring pada tanggal 5 November 2024 sebagai bentuk penghormatan terakhir,” terang Prof Ketut Mertha.
Upacara ini melibatkan partisipasi dari sekitar 13.000 kepala keluarga. Tidak hanya dari seluruh Bali, juga dari Ambon, Sumbawa, Lombok, Palembang, Lampung, Banyuwangi, hingga Banggai, Sulawesi Tengah.
Pembiayaan upacara dilakukan melalui sistem amongan, di mana setiap kepala keluarga mapunia Rp 200 ribu. Total biaya yang diperlukan untuk menyelenggarakan upacara besar ini diperkirakan mencapai Rp 2,5 miliar. (rls – kab).