KABARBALI.ID, KLUNGKUNG – Kasus dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan pendidikan kembali mencoreng citra dunia sekolah. Kali ini, Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Klungkung, I Wayan Siarsana (IWS), resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Kejaksaan Negeri Klungkung, Rabu (30/4/2025). Dari hasil penyidikan, Kejaksaan telah menyita barang bukti berupa uang sebesar Rp182.558.145, bagian dari dugaan kerugian negara mencapai Rp1.174.149.923,81.
Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung, Lapatawe B. Hamka, menjelaskan bahwa sejak tahun 2023 kasus ini telah ditelusuri oleh tim penyidik tindak pidana khusus. Berdasarkan audit resmi BPKP Provinsi Bali yang tertuang dalam Laporan Nomor: PE.03.03/SR/LHP-82/PW22/5/2025 tanggal 20 Februari 2025, ditemukan indikasi kuat penyimpangan anggaran antara tahun 2020 hingga 2022.
“Kami telah mengamankan barang bukti uang sebesar Rp182 juta lebih, hasil dari pengelolaan dana komite dan PIP yang dilakukan tanpa prosedur resmi dan pertanggungjawaban,” ujar Kajari Hamka.
Dana tersebut didapatkan dari berbagai sumber, termasuk sisa dana Komite tahun ajaran 2021/2022 sebesar Rp349 juta yang dipindahkan secara tidak sah ke rekening pribadi atas nama tersangka, atas perintah kepada bendahara komite. Dana ini kemudian digunakan untuk pembiayaan sekolah yang tidak disertai dengan dokumen pertanggungjawaban (SPJ), dan tanpa keputusan rapat Komite.
“Sisa dana sebesar Rp51 juta sempat dikembalikan ke rekening sekolah, tetapi tetap tanpa mekanisme resmi. Seluruh aliran dana tersebut kini kami amankan sebagai barang bukti,” tambahnya.
Selain dana komite, tersangka juga menyalahgunakan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang semestinya langsung diterima siswa. Dengan meminta para siswa menandatangani surat kuasa kolektif, dana PIP kemudian digunakan untuk membayar SPP dan ditampung di rekening khusus yang dikelola tersangka.
Pemerintah Provinsi Bali sempat menginstruksikan agar dana tersebut disatukan dalam satu rekening giro. Namun tersangka justru mentransfer dana tersisa sebesar Rp116 juta ke rekening Komite, sehingga total dana yang tidak bertuan mencapai Rp130.965.000.
“Dana tersebut akhirnya mengendap tanpa kejelasan hingga kami tetapkan sebagai barang bukti. Jika digabungkan dengan dana lain, total yang berhasil disita mencapai Rp182 juta lebih,” jelas Kajari.
Tersangka juga diduga menggunakan sisa dana bantuan pusat sebesar Rp50 juta untuk renovasi ruang kepala sekolah dan pembangunan pos jaga di luar area sekolah. Rencana Anggaran Biaya (RAB) seluruh kegiatan fisik itu disusun sendiri tanpa pelibatan pihak sekolah atau komite.
Selain itu, tersangka menahan ijazah 293 siswa yang belum melunasi SPP. Padahal, hal itu bertentangan dengan Permendikbud No. 75 Tahun 2016, yang menjamin hak siswa menerima ijazah tanpa diskriminasi ekonomi. Saat ini, ijazah tersebut telah dikembalikan.
Tersangka IWS ditahan selama 20 hari, mulai 30 April hingga 19 Mei 2025, atas pertimbangan risiko melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.
Ia dijerat dengan pasal-pasal berat dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, antara lain:
Ancaman pidana atas perbuatan tersebut adalah minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
“Perkara ini merupakan bagian dari komitmen kami menegakkan hukum, terutama terhadap tindak pidana korupsi di sektor pendidikan yang merugikan masa depan siswa,” tegas Kajari Hamka. (Sta/Kab).