Ketika Pemuda Batununggul Berkisah Lewat Instalasi Seni Menyambut Galungan

KABARBALI.ID, KLUNGKUNG – Ada yang berbeda di Banjar Adat Batununggul menjelang Hari Raya Galungan kali ini. Bukan sekadar penjor berdiri anggun di pinggir jalan atau harum dupa yang menyambut pagi, tapi juga hadirnya sebuah instalasi seni di depan balai banjar. Bukan dari bahan mahal, bukan pula buatan seniman besar. Tapi dari tangan-tangan penuh semangat para pemuda STT Sila Jaya, mereka menyulap anyaman keranjang, daun kelapa, dan daun pisang kering menjadi karya penuh makna.

Instalasi itu bukan hiasan biasa. Ia hadir sebagai simbol, sebagai pengingat. Tentang kemenangan Dharma melawan Adharma, ya, seperti makna Galungan itu sendiri. Tapi lebih dari itu, instalasi ini bicara soal zaman. Soal digitalisasi, identitas, dan bagaimana kita menjaga diri dari derasnya arus informasi yang bisa menenggelamkan jati diri.

I Dewa Gede Prastia, salah satu seniman muda yang terlibat, menyebut karya ini adalah “gapura”. Tapi bukan sekadar gapura fisik. Ini adalah simbol pagar diri. Pagar dari dunia maya yang seringkali tak mengenal batas, yang kadang menipu kita dengan standar hidup semu. “Lewat karya ini, kami ingin mengingatkan—jangan sampai kita lupa kehidupan nyata. Harus eling, harus mawas diri,” ujarnya, Senin (21/4/2025)..

Malam Bazar yang berlangsung 23–26 April ini menjadi panggung kecil tapi bermakna besar. Musik, seni, dan kebersamaan menjadi satu. Para pemuda yang biasanya sibuk dengan dunia masing-masing kini bersatu dalam satu semangat: mempersembahkan karya untuk desa, untuk budaya, untuk Tuhan.

Pakelih banjar, I Dewa Gede Awir Buja, pun tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. “Kalau kreativitas seperti ini terus tumbuh, kami para tetua akan selalu ada di belakang mereka. Bukan hanya dukungan moral, tapi juga materi, asal kegiatan ini membawa manfaat,” katanya dengan senyum hangat.

Galungan memang datang dua kali dalam setahun. Tapi karya dan pesan seperti ini? Tak selalu ada. Dan ketika pemuda banjar bisa bicara lewat seni, kita tahu—masa depan budaya masih punya harapan. (San/Kab).

kabar Lainnya