
KABARBALI.ID, KARANGASEM – Desa Adat Nongan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem akan menggelar Upacara Ngusaba di Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan mulai tanggal 30 April hingga 3 Mei 2025.
Upacara ini merupakan tradisi tahunan yang disakralkan masyarakat Desa Adat Nongan sebagai bentuk rasa syukur ke hadapan Ida Sesuhunan yang berstana di parahyangan desa.
Ribuan krama akan memadati wilayah tersebut untuk mengikuti rangkaian upacara, sehingga arus lalu lintas di sekitar Jalan Raya Besakih, terutama di kawasan Desa Nongan, diprediksi mengalami kepadatan signifikan, khususnya pada puncak upacara tanggal 1 Mei dan prosesi penyineban (penutupan) pada 3 Mei 2025.
Ketua Panitia Karya Ngusaba, Jero Mangku Putu Dipta Atmanda, mengimbau masyarakat yang hendak melintasi wilayah ini, termasuk para pemedek (umat Hindu) yang akan bersembahyang ke Pura Agung Besakih, untuk mempertimbangkan penggunaan jalur alternatif.
“Kami mohon pengertian warga yang hendak ke Pura Besakih agar mempertimbangkan jalur alternatif. Dari arah Bangli bisa melalui jalur Pempatan–Menanga, dan dari arah Klungkung disarankan melalui jalur Sidemen–Rendang,” jelasnya, Rabu (30/4/2025).
Pihak panitia juga menyiagakan pecalang dan relawan di sejumlah titik rawan kemacetan untuk mengatur arus lalu lintas serta menjaga kelancaran jalannya upacara.
Ngusaba Pura Dalem Kupa dan Pura Dalem Nongan bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga menjadi momentum penting dalam memperkuat rasa persaudaraan di antara krama Desa Nongan, baik yang tinggal di desa maupun yang merantau. Selain itu, pada periode yang sama juga digelar upacara Piodalan di Pura Desa, Bale Agung, dan Pura Melanting yang disungsung oleh seluruh krama Desa Adat Nongan.
Bandesa Desa Adat Nongan, I Gusti Ngurah Indra Kecapa, menjelaskan bahwa upacara ini memiliki nilai spiritual sekaligus sosial yang tinggi, mengandung unsur “Wirang” atau “Tindih Desa” sebagai bentuk tanggung jawab moral warga kepada desa adat dan para leluhur.
“Ngusaba adalah momen yang dinanti-nanti karena bukan hanya untuk sembah bakti, tetapi juga untuk simakrama (silaturahmi) antar krama, termasuk mereka yang merantau. Ini juga menjadi ruang ekspresi seni dan budaya lokal, khususnya bagi generasi muda (yowana),” terang Indra Kecapa.
Dalam upacara tahun ini, kreativitas yowana Nongan turut mewarnai suasana dengan pembuatan penjor pala oleh 13 banjar adat, serta pagelaran seni tradisional pada malam hari, termasuk pementasan Calonarang dan tarian sakral Rejang Pala—tari warisan leluhur yang telah memperoleh pengakuan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). (Kaa/Kab).