
DENPASAR, KABARBALI.ID – Kepala Seksi (Kasi) Pengendali Operasi Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Dr. A.A. Jayalantara, menilai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa masih menyisakan celah hukum yang berpotensi menimbulkan masalah dalam tata kelola keuangan daerah.
Menurutnya, aturan tersebut dapat membingungkan Pengguna Anggaran (PA) sekaligus membuka ruang terjadinya tindak pidana korupsi.
Hal itu disampaikan Agung Jayalantara saat menjadi narasumber dalam Seminar Nasional tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang digelar Pengurus Daerah Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Bali di Harris Hotel & Convention, Kamis (18/9/2025).
> “Kita memetakan potensi permasalahan ke depan, yaitu terkait Perpres Nomor 46 Tahun 2025. Ada beberapa poin yang kami soroti, khususnya pasal 9 ayat 1 poin 12F. Dalam aturan itu, kewenangan membuat juknis (petunjuk teknis) diserahkan kembali ke PA,” ujar Agung Jayalantara.
Ia menilai, dengan pemberian kewenangan tersebut, pemerintah seolah melempar tanggung jawab pengadaan barang dan jasa hanya kepada PA.
> “Dalam hal ini, ada sebuah diskresi yang wajib dibuat oleh PA dalam bentuk ketetapan untuk mengambil sikap dalam hal pengadaan. Tapi potensi apakah ketetapan itu akan merugikan negara atau tidak, itulah yang menjadi perdebatan atau kritik kami di sini,” jelasnya.
Agung menegaskan perlunya penajaman aturan agar tidak menimbulkan multitafsir. Menurut dia, celah hukum yang ada dalam peraturan pengadaan barang dan jasa harus segera dikaji ulang agar tidak dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. (Kri/Kab).