Kabarbali.id – Hari ini Senin (15/7/2024) umat Hindu melaksanakan upacara yang disebut dengan Soma Ribek. Hari ini adalah turunnya Dewi Sri. Soma Ribek merupakan rangkaian dari Hari Saraswati yang diperingati sehari setelah Banyu Pinaruh. Peringatannya datang setiap 35 hari sekali (bulan Bali), tepatnya pada Soma Pon wuku Sinta.
Soma= Senin, kemudianRibek berasal dari kata Ri= Hari/Dina, dan kata Bek=Penuh.
Soma Ribek berarti Senin Penuh Anugerah. Umat Hindu memaknainya sebagai hari yang penuh karunia sumber urip (Amertha).
Menurut Teks Lontar Sundarigama, ada keterkaitan yang sangat erat antara Soma Ribek dan Dewi Sri. “Makna hari suci Soma Ribek. Dengan dewanya Sang Hyang Wisnu, perwujudannya sebagai udaka (air) menjadi amertha pawitra.
Hari Pon dengan dewanya Sang Hyang Mahadewa, sebagai perwujudan apah (marutha) menjadi amertha kundalini. Sementara wuku Sinta dengan dewanya Sang Hyang Yama sebagai perwujudan dari agni (api) menjadi amertha kundalini.
“Ketiga amertha itulah dibutuhkan oleh kehidupan semua makhluk di dunia, khususnya manusia,”
Soma Ribek sebagai hari penegdegan Batara Sri atau piodalan beras dan Padi karena pelaksanaan upacaranya menggunakan beras. Beras merupakan simbol amertha.
Berdasarkan Teks Lontar Pawukon menjelaskan dalam hari Soma Ribek, umat Hindu akan melaksanakan upacara di lumbung (tempat penyimpanan padi) serta pulu (tempat penyimpanan beras).
Sarana upakara-nya ; nyanyah geti-geti, gringsing, raka-raka, pisang emas dan bunga-bunga yang harum.
menariknya, pada Soma Ribek ada tradisi berpantang untuk menumbuk padi dan menjual beras. Bahkan, di beberapa tempat, selain menumbuk padi dan menjual beras, juga dipantangkan mengetam padi, menyosoh (nyelip) gabah, memetik buah-buahan atau sayuran, menjual hasil pertanian utamanya bahan pangan. Malah, ada juga yang berpantang memberi atau meminta bahan pangan kepada orang lain.
Pantangan untuk menumbuk padi dan menjual beras ini tersurat dalam lontar Sundarigama :
“ikang wang tan wenang anumbuk pari, angadol beras, katemah dening Bhatara Sri. Pakenania wenang ngastuti Sang Hyang Tri Pramana. Angisep sari tatwa adnyana, aje aturu ring rahinane.”
Yang artinya: Umat manusia tidak dibenarkan menumbuk padi, menjual beras, yang melanggar pantangan itu dinyatakan akan tiada mendapat anugerah Ida Batara Sri. Sepatutnya memuja Sang Hyang Tripramana, menyerap sari tattwa jnana, dan jangan tidur di siang hari.
Soma Ribek sebetulnya sebagai hari pangan gaya Bali. Pada hari itulah orang Bali disadarkan tentang betapa pentingnya pangan dalam kehidupan ini. Tanpa pangan manusia tidak bisa hidup dan menjalani kehidupannya.
Karenanya, manusia pantas berterima kasih dan mengucap angayubagia ke hadapan Sang Pencipta atas karunia pangan yang melimpah. Adanya pantangan tidak menumbuk padi serta menjual beras saat Soma Ribek lebih sebagai bentuk sederhana dari penghormatan atas karunia pangan dari Sang Maha Ada. Pantangan semacam ini sama maknanya dengan pantangan menebang pohon saat hari Tumpek Wariga atau Pengatag. (kab).