Tradisi Nyelung – Persembahkan Hasil Tani di Buahan, Gianyar yang Digelar 10 Tahun Sekali
RedaksiKamis, 25 Juli 2024 08:06 WITA.2 menit membaca
Gianyar -kabarbali.id Subak Gede Buahan yang terdiri dari Subak Buahan, Subak Susut, Subak Selat dan Subak Tengipis di Desa Buahan Kaja, Kecamatan Payangan, Gianyar, Bali, kembali menggelar tradisi nyelung.
Nyelung merupakan tradisi menghaturkan persembahan hasil pertanian warga subak setempat ke Pura Pucak Pausan, Desa Adat Pausan, Desa Buahan Kaja.
Prajuru Subak Tengipis, I Nyoman Rawi mengatakan tradisi ini digelar setiap 10 tahun sekali. Pada hari Purnama kasa. Dengan penanggalan tshun masehi berakhiran empat. Dan tepat di tahun 2024 ini, tradisi kembali digelar mengikuti upacara piodalan di Pura Pucak Pausan, yang jatuh setiap Purnama Kasa, dua tahun sekali.
“Tahun ini Ritual Nyelung dilaksanakan hari ini, dengan prosesi berjalan menuju pura sejauh 10 kilometer dengan mengusung sarana jelungan,” terang Rawi, Rabu (24/7/2024).
Nyelung berasal dari kata jelung, yang berarti wadah besar dari anyaman bambu. Yang berisi persembahan berupa hasil tani.
“Mengungkapkan rasa syukur kami kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa, atas hasil pertanian yang dilimpahkan,” imbuhnya.
Ia membeberkan, tradisi nyelung sudah ada sejak dahulu kala dan terus dilaksanakan sekali dalam 10 tahun.
“Kami melanjutkan warisan leluhur sebagai ungkapan rasa terimakasih atas berkah hasil tani yang ada di subak ini,” jelasnya.
Detailnya, dalam jelung itu ada hasil tani pala bungkah (umbi-umbian) dan pala gantung (buah-buahan) daging babi, ayam, itik, dan miniatur alat pertanian. “Dan lengkap dengan sarana upacaranya, yang dihias sedemikian rupa, yang menciptakan kesan kesucian dan kesakralannya,”jelasnya.
Prosesi Arak-arakan Estafet
Proses mengarak dari Pura Puseh Desa Adat Buahan, oleh Subak Buahan dan Subak Susut dan diiringi perlengkapan umbul- umbul, tedung, dan diiringi gamelan gong.
Dalam perjalanannya, setiba di Balai Banjar Selat pengarak digantikan Krama Subak Selat, sampai di Pertigaan Banjar Tengipis. Lalu digantikan oleh Krama Subak Tengipis sampai di Pura Pucak Pausan.
“Di Pura, jelung diarak mengelilingi Pura sebanyak tiga kali, dengan bagian masing-masing masing subak satu putaran, dan terakhir jelung di stanakan di utama mandala pura, umat melakukan persembahyangan bersama” pungkasnya. (art/kab).