Tumpek Wariga Dijadikan Momentum Cinta Alam, Koster Sebut Tumbuhan Sumber Kehidupan

tumpek wariga kali ini dipusatkan di Pura Pengubengan, Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Sabtu (25/10/2025).

KARANGASEM, KABARBALI.ID –  Menjaga dan menghidupkan kearifan lokal melalui perayaan Tumpek Wariga, terus digelorakan di Bali. pada tumpek wariga kali ini dipusatkan di Pura Pengubengan, Besakih, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Sabtu (25/10/2025).

Upacara yang disertai ritual Wana Kerthi ini menjadi simbol penghormatan terhadap tumbuh-tumbuhan sebagai sumber kehidupan, sekaligus bagian penting dari filosofi Sad Kerthi yang mengajarkan penyucian alam semesta dan kehidupan manusia.

Dalam suasana penuh khidmat, Gubernur Koster bersama masyarakat memanjatkan doa ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Bhatara, serta para leluhur sebagai ungkapan syukur atas limpahan anugerah alam.

“Kita memuliakan Sarwa Tumbuh atau tumbuh-tumbuhan, yang dalam kepercayaan Bali adalah saudara tua yang lebih dahulu ada di dunia ini,” ujar Gubernur Koster.

Koster menjelaskan, berdasarkan ajaran Siwa Nata Raja, Dewa Siwa memutar dunia dalam gerakan menari (tandava) untuk menciptakan kehidupan. Dalam penciptaan itu, tumbuh-tumbuhan muncul pertama sebagai penopang bagi seluruh makhluk hidup.

“Tumbuhan adalah ‘kakek’ yang wajib dihormati. Mereka selalu memberi tanpa pamrih—memberi makanan, udara, dan kehidupan bagi manusia,” tambahnya.

Ia menegaskan, bila manusia merawat tumbuhan dengan kasih, maka tumbuhan akan membalas dengan buah, bunga, dan daun yang lebat sebagai tanda kesuburan serta kesejahteraan.

Tradisi Jadi Kebijakan Pemerintah

Perayaan Tumpek Wariga yang jatuh setiap 210 hari sekali (berdasarkan kalender Bali) juga dikenal sebagai Tumpek Pengarah, Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengantar. Hari suci ini digelar 24 hari sebelum Hari Raya Galungan, saat manusia memohon kepada Sang Hyang Sangkara agar tumbuhan berbuah dan memberi hasil pada saat Galungan tiba.

“Manusia melakukan komunikasi dengan tumbuhan secara spiritual—dengan rasa hormat dan mantra penghargaan. Ini menunjukkan kesadaran ekologis yang sangat tinggi dari leluhur kita,” tutur Koster.

Ia menceritakan, nilai luhur tersebut pertama kali ia pelajari sejak tahun 2016, jauh sebelum menjabat sebagai Gubernur Bali. Setelah memimpin, ia kemudian mengangkat ajaran Sad Kerthi menjadi kebijakan resmi pemerintah daerah, termasuk melalui Surat Edaran Gubernur Bali Tahun 2022 tentang pelaksanaan perayaan Tumpek.

“Prosesi Tumpek ini sejak dahulu dijalankan masyarakat, namun belum pernah menjadi kebijakan pemerintah. Karena itu saya tetapkan agar generasi muda kita tetap mengenal dan menjalankannya,” tegasnya.

Menurut Koster, ajaran Sad Kerthi dan pelaksanaan Tumpek Wariga melampaui konsep lingkungan modern, karena menyatukan nilai spiritual, ekologis, dan sosial secara menyeluruh.

“Kalau boleh saya katakan, leluhur kita seharusnya mendapat penghargaan sekelas Nobel, karena sudah ribuan tahun lalu mengajarkan keseimbangan antara manusia dan alam,” ujarnya.

Ia menutup sambutannya dengan pesan bahwa manusia harus selalu mendekatkan diri dengan alam, bukan menjauhinya.

“Bila manusia merusak atau mengabaikan alam, maka alam akan marah dan memberi peringatan melalui bencana. Mari kita gotong royong menjaga alam, demi Bali yang ajeg, sejahtera, dan lestari,” pungkas Koster.  (Rls/Kab).

 

kabar Lainnya