Warga Adat Kedisan Tegas Tolak Pembangunan di Hutan Sakral Penelokan, Langsung Dibongkar

Bangunan Ilegal di Kawasan Konservasi TWA Penelokan Dibongkar. (foto : ist).

BANGLI,KABARBALI.ID — Satu unit bangunan ilegal di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Penelokan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, akhirnya dibongkar.

Pembongkaran dilakukan setelah muncul penolakan keras dari Krama Desa Adat Kedisan dan adanya rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Bangli, karena bangunan tersebut tidak sesuai dengan peruntukan izin yang dimiliki, Selasa (21/10/2025).

Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bangli, I Wayan Sugiarta, membenarkan kegiatan pembongkaran tersebut.

“Pembongkaran ini atas kesediaan pemilik bangunan. Prosesnya berjalan aman dan lancar,” ujar Sugiarta.

Pembongkaran itu disaksikan oleh unsur BKSDA Bali, Pemkab Bangli, Kepolisian, dan TNI. Pemilik bangunan, I Ketut Oka Sarimerta, disebut telah menyatakan kesediaannya untuk membongkar bangunan tanpa syarat, setelah melalui proses klarifikasi yang dipimpin langsung oleh Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko.

BKSDA Akui Lalai, Janji Perbaiki Pengawasan

Kepala BKSDA Bali, Ratna Hendratmoko, secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat dan pihak adat atas kelalaian lembaganya dalam mengawasi pembangunan di kawasan konservasi tersebut.

“Kami mengakui lalai dalam memenuhi persyaratan administrasi, dan lalai memastikan pembangunan tersebut direstui masyarakat adat sekitar. Kami mohon maaf, kami penuh kekurangan, berikan kami waktu untuk berbenah,” ujar Ratna.

Ratna menjelaskan, izin yang dimiliki oleh pemilik bangunan berasal dari pemerintah pusat. Namun, dalam praktiknya, BKSDA Bali kecolongan, karena pemohon izin bukan merupakan warga Desa Kedisan, melainkan warga luar desa.

“Kami lalai akan hal itu. Kami meminta maaf kepada masyarakat Desa Kedisan dan juga kepada Pak Oka, karena tidak sigap dalam mengawal regulasi di lapangan,” tegasnya.

Ke depan, pihaknya akan menugaskan polisi hutan untuk memperketat pengawasan terhadap seluruh aktivitas di kawasan konservasi.

“Saya akan memastikan setiap jengkal kawasan dalam pengawasan. Jika ditemukan indikasi pembangunan ilegal, harus segera ditindaklanjuti,” tandas Ratna.

Hutan Disakralkan, Desa Adat Kedisan Tegas Menolak

Sementara itu, Bendesa Adat Kedisan, I Nyoman Lama Antara, menegaskan bahwa kawasan hutan di wilayah adatnya bersifat sangat sakral dan tidak boleh diganggu.

“Kalau ada yang menebang satu pohon saja atau mengganggu satwa, siapapun orangnya wajib mengelilingi desa tiga kali dan menggelar pecaruan besar. Itu sanksi adat kami,” ujar Bendesa.

Meski menyampaikan permohonan maaf kepada pihak terkait, Bendesa tetap menegaskan penolakan terhadap bangunan di kawasan tersebut.

“Kami di desa adat tetap menolak bangunan di sana. Hutan itu tempat suci dan harus dilindungi,” tegasnya.

Sebagai tindak lanjut, setelah pembongkaran, masyarakat adat akan melaksanakan upacara Rsi Gana serta melakukan penanaman pohon di area bekas bangunan sebagai simbol penyucian dan pemulihan kawasan.

BKSDA Bali mengungkapkan, pemilik bangunan I Ketut Oka Sarimerta telah menyatakan kesediaan penuh untuk membongkar bangunannya secara sukarela.

“Beliau ikhlas tanpa syarat membongkar bangunan tersebut dan sudah menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak,” kata Ratna. (Rid/Kab).

Peristiwa di Bangli lainnya

kabar Lainnya