
KABARBALI.ID, GIANYAR – I Dewa Gede Mahaputra (48) kini harus menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Gianyar, akibat adanya laporan seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) Putu Yogi Pratama (23).
Dewa dilaporkan karena korban merasa telah dirugikan, karena pekerjaannya di Maladewa, tidak sesuai perjanjian.
Pada sidang tuntutan, yang digelar Kamis (6/2/2025) siang, Putu Yogi Pratama hadir dan mengajukan surat damai ke majelis hakim.
Setelah diijinkan untuk bersaksi, Yoga mengaku awalnya konsultasi ke Polda Bali terkait masalahnya. Lalu diarahkan ke pelaporan.
“Waktu itu saya kira dipertemukan dengan Pak Dewa ternyata tidak hingga akhirnya pak dewa wajib lapor, dan saat wajib lapor saya sudah ada perjanjian damai yang disaksikan keluarga kedua belah pihak, pada Agustus 2024 lalu karena bukan pak Dewa yang memberangkatkan saya, melainkan jalur mandiri,” kata Yoga kepada majelis hakim.
Selanjutnya, ia datang ke pengadilan setelah tahu Pak Dewa disidangkan. “Surat pencabutan BAP sudah saya ajukan ke Polda tapi disuruh tunggu hingga saat ini sampai Sidang ini,” ungkapnya.
Yoga mengaku menyadari kesalahannya atas informasi dari rekan pekerja luar negeri, bahwa ia berangkat sendiri, bukan oleh terdakwa.
“Dana Rp 22 juta yang digunakan untuk urus surat – surat dulu diserahkan ke terdakwa, dalam surat damai sudah dikembalikan Rp 10 juta, saya ikhlas karena ini murni kesalahan saya,” terangnya.
Sementara penasehat hukum terdakwa, DR. Ida Bagus Putu Astina SH, MH, MBA, CLA dan rekan mengatakan kasus ini tidak akan bisa lanjut. Dan restoratif justice adalah jalan keluar terbaik, sesuai dengan saran dari majelis hakim.
“Sejak awal saya dampingi terdakwa dan bahkan kenal beliau semasa kerja menjadi PMI dulu, tidak pernah ada masalah hukum dan apa yang terjadi saat ini murni ketidakjelian penyidik,” jelasnya.
Artinya, kata dia, pelapor yang saat itu hendak konsultasi malah disuruh membuat laporan dan bahkan sudah ajukan pencabutan BAP, namun tidak jelas, hingga sampai ke persidangan.
“Yoga itu berangkat ke Madives secara mandiri, yang awalnya berkonsultasi ke klien kami, karena klien kami dianggap tahu posisi lowongan kerja, selanjutnya atas kemauan pelapor meminta tolong ke klien untuk mengurus administrasi, kemudian ia wawancara sendiri dengan pihak perekrutan dan berangkat setelah pasport, serta Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN),” terangnya.
KTKLN itu sudah menerangkan bahwa Yoga berangkat sendiri dan bukan diberangkatkan agensi. Dan yoga bekerja dari November 2023 hingga Februari 2024.
“Jelas disini, apa yang dialami Yoga yang dikontrak gajinya 300 dolar kemudian hanya dikasi 166 dolar, adalah masalahnya sendiri sehingga ia pulang paksa setelah kerja tiga bulan,” ujar Ida Bagus yang juga mantan pekerja migran ini.
Ida Bagus berujar, karena ini sudah berproses menjadi pelajaran untuk semua, termasuk penyidik agar jeli dalam melihat kasus dan tidak terjadi kasus seperti ini lagi.
“Walaupun klien kami mendapat catatan hukum, kami terima digelar Restoratif Justice dan ini pelajaran untuk kita semua agar jeli terhadap Masalah hukum, agar tidak ada korban baru lagi,” pungkas pengacara yang juga Ketua Dewan Recleassering (konsep pengembalian hargat martabat manusia) Bali. (Kri/kab).