
KABARBALI.ID, BANGLI – Di balik nama panggung “Petruk”, tersimpan sosok seniman lawak yang telah mewarnai panggung seni pertunjukan Bali selama lebih dari lima dekade. I Nyoman Subrata, pria kelahiran Bangli, 1 September 1949, adalah tokoh penting dalam sejarah drama gong Bali yang tak lekang oleh zaman.
Karier Petruk dimulai pada tahun 1975. Dengan bakat alami dalam melawak dan membangun komunikasi dengan penonton, ia mampu menciptakan karakter yang mudah diingat dan selalu ditunggu-tunggu kehadirannya. Tak butuh waktu lama, aksinya mencuri perhatian publik Bali dan membawanya pada puncak popularitas.
Pada tahun 1983, Petruk menorehkan prestasi dengan menjadi juara umum lomba lawak se-Bali, menjadikannya simbol baru lawak cerdas di panggung tradisional Bali. Dari sinilah namanya semakin diperhitungkan, dan dalam perjalanan kariernya, ia kemudian bertemu dengan sosok yang akan menjadi duet legendarisnya, Dolar (I Wayan Tarma).
Keduanya mulai tampil bersama sejak 1979. Duet Petruk-Dolar menjadi ikon lawak Bali yang nyaris tak tertandingi. Kekompakan, spontanitas, dan isi pesan-pesan moral dalam setiap pertunjukan menjadikan mereka favorit di era 1980-an hingga 1990-an. Tak hanya membuat tertawa, lawakan mereka mengandung sindiran sosial yang halus namun menggugah kesadaran masyarakat.
Namun, setelah hampir dua dekade bersama, duet ini harus berakhir pada tahun 2002 karena adanya perbedaan pandangan. Meski berpisah, keduanya tetap dikenang sebagai duet komedian paling berpengaruh dalam sejarah drama gong Bali. Kepergian Dolar pada Juli 2016 meninggalkan duka mendalam, tak hanya bagi Petruk, tetapi juga seluruh pencinta seni Bali.
Meski kini usianya telah menginjak 76 tahun, Petruk masih aktif menghibur masyarakat. Ia tampil di berbagai acara, baik di Bali maupun di luar daerah seperti Lombok, Jakarta, Bogor, Palu, Palembang, Bontang, hingga Pontianak. Dalam setiap penampilannya, Petruk tetap membawa ciri khas: menyampaikan pesan melalui tawa.
Selama perjalanan hidupnya, Petruk tidak hanya menghibur, tapi juga menginspirasi dan mendidik lewat seni pertunjukan, menjadikan dirinya bukan sekadar pelawak, tetapi juga seorang pendidik budaya yang patut dihormati.
Kini, nama Petruk telah melekat sebagai ikon budaya Bali, simbol kejayaan lawak tradisional yang tetap hidup dan berpengaruh hingga generasi kini. Ia adalah wajah asli seni rakyat yang jujur, tulus, dan penuh cinta pada budaya leluhur. (Pur/Kab).