
KABARBALI.ID KARANGASEM – Desa Adat Lebu, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem kembali menggelar rangkaian upacara Dewa Yadnya berupa Ngusaba Desa, Ngusaba Dalem, dan Nyepi Adat, yang dilaksanakan mulai Minggu (22/6/2025) hingga Kamis (26/6/2025).
Upacara yang digelar saban setahun sekali sebagai bentuk rasa syukur masyarakat atas limpahan hasil bumi, sekaligus memperkuat nilai-nilai spiritual dan adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun.
Salah satu tradisi paling sakral dan unik dalam rangkaian upacara ini adalah Sekaa Roras, yaitu kelompok sukarelawan suci yang beranggotakan 12 orang warga desa. Tradisi ini menjadi bentuk pengabdian tulus masyarakat dalam mendukung kelangsungan upacara adat dan mempertegas identitas di lingkup Desa Adat Lebu.
Menurut Bendesa Adat Lebu, I Wayan Darmanta, anggota Sekaa Roras dipilih dari warga yang telah memenuhi sejumlah syarat adat, seperti sudah menikah, telah menjalani upacara metatah (potong gigi), dan sudah hidup mandiri secara sosial.
“Sekaa Roras wajib sudah lepas dari tanggungan orangtuanya, artinya mereka sudah siap ngayah dengan tulus ikhlas di pura,” ujar Darmanta, yang juga menjabat Ketua MDA Kecamatan Sidemen.
Sebelum memulai tugas, para anggota Sekaa Roras akan diupacarai dan disucikan, karena mereka akan menjalani mekemit atau bermalam selama 12 hari di Bale Agung, tempat yang biasanya menjadi stana Pralingga Ida Bhatara.
Setiap pagi, mereka bangun lebih awal untuk mandi di beji (mata air suci), sembahyang bersama, dan melantunkan kidung suci. Mereka juga bertugas menyiapkan berbagai sarana upacara di Pura Puseh, seperti mengumpulkan hasil bumi berupa pala gantung (buah-buahan) dan pala bungkah (umbi-umbian), serta menyembelih dan membagi jro gede (babi kurban) menjadi enam bagian dengan alat timbang sakral yang disebut sesuhunan.
Tugas lain Sekaa Roras yang tak kalah sakral adalah mencari daun aren untuk membuat Sang Hyang Pering, simbol manifestasi Dewi Sri sebagai dewi kesuburan. Prosesi ini dilakukan secara khusus di wilayah perbukitan Jaka Tebel, dengan aturan ketat agar daun tak jatuh ke tanah, sambil diiringi kidung suci hingga sampai di Pura Puseh.
Puncak dari pengabdian Sekaa Roras adalah saat mereka menjalani upacara nunas agentos wasta, atau mengganti nama. Nama baru yang digunakan bisa mengacu pada nama panggilan atau menyisipkan nama leluhur, sebagai bentuk penghormatan terhadap asal-usul keluarga.
“Nama yang digunakan diharapkan menyisipkan nama leluhur atau tetua keluarga, sebagai pengingat dari mana ia berasal,” jelas Darmanta.
Pada penutupan Ngusaba di Pura Puseh, Sekaa Roras akan mengarak Sang Hyang Pering mengelilingi kawasan pura. Momen ini disambut antusiasme warga yang melempar canang sebagai bentuk penghormatan dan partisipasi.
Melalui upacara Ngusaba ini, masyarakat Desa Adat Lebu memanjatkan doa agar alam tetap subur dan hasil bumi melimpah, demi kehidupan yang makmur dan sejahtera.
Selanjutnya, rangkaian upacara dilanjutkan dengan Ngusaba Dalem pada Rabu (25/6/2025) dan ditutup dengan Nyepi Adat pada Kamis (26/6/2025).