Denpasar – kabarbali.id – Sekaa Gong Batur Mahaswara, Desa Batuan, Sukawati, Gianyar, tampil memukau dalam Utsawa (Parade) Gong Kebyar Dewasa pada Pesta Kesenian Bali (PKB) XLVI Provinsi Bali, di panggung terbuka Ardha Candra, Sabtu (22/6/2024) malam.
Mulai dari garapan, penabuh, penari, kostum hingga seluruh pernak-pernik ukiran pendukung properti yang terlibat didalamnya. Komunitas Seni Lukis Batur Ulangun memberikan sentuhan khas seni lukis Gaya Batuan pada kostum yang digunakan penabuh.
Komunitas Citra Kara mengukir bentuk serta pernik ukiran wastra penabuh, pakaian tari dan mendukung properti. Komunitas Wetalika Baturan sebagai penggarap karya serta Komunitas Askara Rupa Baturan mendokumentasikan pun memvisualisasi-digital-kan karya. Dukungan Desa Adat Batuan dengan seperangkat gong kebyar melengkapi kebanggaan atas 100% rasa Batuan.
Sekaa Gong Batur Mahaswara, Duta Kabupaten Gianyar membawakan 3 garapan yaitu Tabuh Pepanggulan “Tembang Salukar”, Tari Kekebyaran “Demung Amanggung” dan Fragmentari “Baturan Anggugat”. Terbukti, penampilannya mampu memikat hati semua kalangan masyarakat dan memukau ribuan mata penonton yang menyaksikannya.
Penampilan Gong Kebyar Dewasa Batur Mahaswara, diawali membawakan garapan Tabuh Pepanggulan Kreasi “Tembang Salukar” yang terinspirasi dari kekayaan musikal Baturan yang diimplementasikan dalam Rona entitas gending pegambuhan dan genggong dipadukan dalam rambat modulasi serta pola cecandetan menyatu dalam relung imajiner. Sebuah refleksi senandung estetis pegambuhan dalam romansa pangrumrum Rahadian Panji, Tembang Salukar Madu Kepasiran, Adi Semara dua dimensi selaras menuai Jana Kerthi Samasta karya seniman I Komang Winantara.
Dilanjutkan dengan Tari Kekebyaran “Demung Amanggung” yang merupakan bentuk garap karya tari kekebyaran yang terinspirasi dari daya estetik gerak-gerak tokoh Demang Tumenggung Pagambuhan Gaya Batuan yang berkarakter tegas, agung berwibawa dan terkadang lucu. Selaras imajinasi penata, rekacipta karya tari ini berpijak pada pola tari klasik yang menonjolkan karakter keras terpadu harmoni dengan iringannya yang mengangkat kekunoan klasik sehingga diharapkan dapat memancarkan simbolik esensi vibrasi ekspresi sani manunggal ing angga sarira-katon sami mulat yang bermartabat dan unggul karya seniman I Kadek Karyana.
Penampilan penutup, ditampilakan Fragmentari “Baturan Angugat” karya seniman I Wayan Budiarsa mengisahkan kehidupan masyarakat Batuan pada jaman Bali Kuno yakni ketika pemerintahan Bali dipimpin oleh Raja Bali ke-10, Sri Ajie Marakatta yang tersohor adil bijaksana.
Hasil pesamuan agung tersebut berupa kebijaksanaan Sang Raja yang menjadi penanda diterbitkannya Prasasti Baturan “Kala Içaka 944, Posyamasa, Titi Pratipada Sukla Paksa, Wara Ukir”.
Sampai saat ini, Prasasti Baturan sangat disakralkan masyarakat Batuan yang memuat tatanan agama, adat, kehidupan sosial, kehidupan seni pertunjukan “manuling”, dan seni rupa “Citrakara”. (pur / hms).