
KABARBALI.ID, BULELENG – Wakil Gubernur Bali I Nyoman Giri Prasta, menyerukan semangat kebersamaan dan pelestarian adat saat menghadiri Upacara Pujawali/Piodalan di Merajan Dadia Arya Kenceng Tegeh Kori (AKTK), Banjar Dinas Ambengan, Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Buleleng, Rabu (23/7/2025).
Ia hadir bersama istri, Ny. Seniasih Giri Prasta, di tengah suasana religius dan penuh kekeluargaan.
Dalam sambrama wacana-nya, Wagub Giri Prasta menegaskan pentingnya kerukunan dan rasa menyama braya di kalangan pasemetonan. Baginya, kekuatan utama masyarakat Bali terletak pada kebersamaan dalam melaksanakan yadnya, bukan sekadar simbol upacara, melainkan wujud konkret penguatan jati diri dan spiritualitas orang Bali.
“Kalau kita bersatu, setengah dari perjuangan sudah berhasil. Tapi kalau tidak rukun, seluruh perjuangan bisa gagal,” ucapnya menekankan filosofi dasar menyama braya yang diwariskan leluhur.
Wagub juga menegaskan bahwa yadnya dan segala bentuk pengabdian kepada leluhur tidak boleh menjadi beban. Ia berkomitmen hadir mendampingi masyarakat dalam menjaga budaya dan tradisi dengan cara yang lebih realistis—termasuk menyokong biaya pelaksanaan upacara.
“Saya tahu upacara yadnya itu berat. Maka, saya hadir untuk membantu agar umat bisa fokus pada makna upacara, bukan terbebani biaya,” ujarnya disambut haru warga dadia.
Sebagai wujud nyata komitmen tersebut, dalam kesempatan itu ia menghaturkan punia pribadi sebesar Rp25 juta, yang diterima langsung oleh Kelian Dadia AKTK, Komang Abaya. Bantuan ini diharapkan menjadi pemantik semangat bagi krama pasemetonan dalam meneruskan warisan leluhur secara berkelanjutan.
Giri Prasta juga mengingatkan bahwa kesetiaan kepada kawitan dan Betara Hyang Guru merupakan kekuatan spiritual utama masyarakat Bali. “Kalau kita terus eling kepada kawitan, maka kita tidak akan mudah terpecah,” imbuhnya.
Kegiatan piodalan ini menjadi bukti bahwa kehidupan spiritual dan tradisi Bali tetap kokoh di tengah zaman modern. Dan kehadiran pemimpin daerah seperti Wagub Giri Prasta di tengah masyarakat adat, menjadi dorongan moral bahwa pemerintah hadir menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan spiritual. (Rls/Kab).