Klungkung, kabarbali.id – Warga Hindu yang tinggal di Desa Nyanglan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung dan Tembuku Bangli ( Satu desa dalam dua kabupaten), kembali menggelar upacara ngenteg linggih, mupuk pedagingan lan padudusan agung di Pura Manik Mas desa setempat.
Diketahui upacara serupa terakhir kali digelar pada tahun 1958, atau 66 tahun silam dan kembali digelar dengan tujuan mengembalikan lagi kesucian dan menyucikan serta mensakralkan “niyasa” tempat memuja Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya Bhatara Sri Sedana, atau dewa kemakmuran.
Bendesa Nyanglan, I Wayan Sarjana mengatakan pelaksanaan upacara digelar selama sebelas hari penuh, dengan rangkaian persiapan sudah digelar selama kurang lebih tiga bulan sebelumnya. “Prosesi utama sudah dimulai dari 2 Juni 2024 lalu, dengan prosesi membentu panitia upacara dan matur piuning akan dilaksanakan karya suci ini,” kata Sarjana didampingi Bendesa Gede Nyanglan, IB Nyoman Suta dan Kelian Subak Desa Nyanglan, I Nengah Sukerasta, Minggu (1/9/2024).
Dijelaskan, pura ini diempon oleh 167 krama subak yang terbagi dari dari dua desa yakni Desa Nyanglan dan Desa Timuhun, sedangkan untuk Nyanglan terbagi dua lagi, Banjar Kaler wilayah Bangli dan Banjar Kelod wilayah Klungkung.
Rangkaian upacaranya, dilanjutkan dengan upacara tawur balik sumpah, melasti ke segara Watu Klotok, Mapepada Agung. “Puncaknya sudah kami laksanakan pada Sabtu (31/8/2024), dan mudah-mudahan harapan masyarakat subak bisa mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan, kesuburan alam semesta ini,”harapnya.
Prosesi upacara bisa terlaksana berkat warga ngrombo (gotong royong), baik dari segi tenaga, doa hingga bantuan punia (dana).
Bendesa Gede Nyanglan, IB Nyoman Suta menceritakan, ada keunikan dari desa ini, dimana aliran air irigasinya mengaliri sawah dari hulu yakni Banjar Nyanglan Kaja yang sudah masuk wilayah Desa Bangbang, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli.
“Sedangkan ke hilirnya sampai pada sawah dari krama yang berasal dari desa tetangga yakni Desa Timuhun, Klungkung,” ujarnya.
Selain itu, warga perempuan atau krama istri yang sedang ngadut manik (hamil) tak diperkenankan sembahyang di Pura Manik Mas Nyanglan. Setiap odalan atau upacara apa pun selama ini, tidak diperbolehkan ibu hamil ikut sembahyang. “Kepercayaan daru jaman dulu bahwa bisa mengakibatkan petaka keguguran, sehingga tidak ada yang berani melanggar pantangan itu,” terangnya.
Berdasarkan cerita rakyat yang hingga kini dipercaya masyarakat setempat, pantangan tidak diperkenankannya ibu hamil masuk pura karena sebelum adanya Pura Manis Mas, yang lebih awal adalah Pura Karang Tuang, Pujung Sari baru Pura Manik Mas.
“Karena sulit menyebut manik embas, kemudian lambat laun berubah menjadi manik mas, dan ibu hamil takut masuk karena takut embas atau keguguran,” pungkasnya.
Prosesi upacara dipuput atau dipimpin oleh empat sulinggih sarwa sadaka. (sta/kab).