
KABARBALI.ID, KLUNGKUNG – Akibat tidak bisa baca tulis dan terlalu percaya pada orang lain, warga Nusa Penida, Klungkung yang kini sudah menetap di Lampung, I Wayan Sangging terperdaya.
Ia membubuhkan cap jempol pada selembar kertas yang tidak diketahui isinya apa. Yang diserahkan oleh Dewa Ketut Sudana yang menjabat Kepala Sedahan waktu itu.
Awalnya, Sangging, setelah kematian ayahnya yang bernama Ketut Layar alias Pan Sangging pada tahun 1948, ia ikut dalam program transmigrasi ke Lampung sehingga tanah warisan miliknya seluas 66.550 meter persegi atau 6,65 hektar di kawasan wisata terkenal Kelingking Beach yang berlokasi di Dusun Karang Dawa, Desa Bunga Mekar, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali dititipkan kepada kerabatnya.
Sebelum merantau pergi ke Lampung, Wayan Sangging meminjam uang Rp 2 juta sambil menitipkan kitir Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tanah objek perkara kepada Dewa Ketut Sudana, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sedahan.
Ia juga meminta bantuan Dewa Ketut Sudana untuk mencarikan pembeli tanah tersebut, dengan kesepakatan komisi jika tanah berhasil terjual.
Dewa Ketut Sudana lantas meminta Wayan Sangging untuk menandatangani selembar kertas, namun karena Wayan Sangging tidak bisa membaca, menulis dan tidak bisa tandatangan, maka dirinya membubuhkan cap jempol pada selembar kertas tersebut yang menurut keterangan Dewa Ketut Sudana hanya sekedar untuk catatan pinjaman.
Lantaran sudah kenal lama dan bermodal percaya, Wayan Sangging kemudian menuruti cap jempol tanpa ragu, karena selain tidak bisa baca tulis, dirinya juga mempercayai sumpah Dewa Ketut Sudana tidak akan berbohong. Namun belakangan Wayan Sangging mengetahui bahwa tanah tersebut telah disertifikatkan dan diperjualbelikan tanpa izinnya.
Bahkan, tanpa sepengetahuannya, pada 12 Desember 1995 tanah tersebut telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 139/Desa Bunga Mekar atas nama “I Sangging”, bukan nama lengkapnya I Wayan Sangging.
Masalah inipun menjadi kasus hukum dan sedang dalam proses persidangan di pengadilan negeri Semarapura.
Berdasarkan dokumen gugatan yang diajukan ke Pengadilan Negeri Semarapura, tanah yang kini menjadi objek perkara awalnya dimiliki oleh almarhum ayah Wayan Sangging, Ketut Layar alias Pan Sangging dan pada tahun 1992, Wayan Sangging kembali ke Nusa Penida dan membutuhkan uang untuk pulang ke Bali.
Dalam gugatan yang terdaftar dengan nomor 074/G-1/Pdt-I/P/AL/TC/XI/2024 di Pengadilan Negeri Klungkung, Wayan Sangging mengklaim bahwa tanah warisan keluarganya seluas 66.550 meter persegi atau 6,65 hektar telah dialihkan secara tidak sah tanpa sepengetahuannya.
Dewa Ketut Sudana Mantan Kepala Sedahan Nusa Penida menjadi Tergugat 1, Kepala Kantor Pertanahan Klungkung menjadi Tergugat 2. Sugianto, seorang investor yang membeli tanah objek perkara menjadi Tergugat 3. Made Susanta mantan Camat Nusa Penida menjadi Turut Tergugat 1 dan Notaris Gusti Nyoman Rupini menjadi Turut Tergugat 2.
Dalam gugatannya, Wayan Sangging meminta pengadilan untuk membatalkan seluruh akta jual beli dan sertifikat tanah yang terbit tanpa izinnya.
Mengembalikan kepemilikan tanah kepada dirinya sebagai ahli waris sah. Membayar ganti rugi sebesar Rp. 3,48 miliar atas kehilangan hak pemanfaatan tanah selama 30 tahun. Menghukum para tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil lainnya kepada penggugat sebesar Rp. 3, 680 miliar secara tanggung renteng, tunai dan sekaligus.
Sementara Nyoman Samuel Kurniawan, S.E., S.H., M.H., C.L.A., selaku kuasa hukum Wayan Sangging ditemui usai sidang di Pengadilan Negeri Klungkung pada Senin 17 Maret 2025 mengungkap fakta baru terkait kepemilikan tanah yang disengketakan.
Samuel menjelaskan bahwa dalam agenda pemeriksaan saksi tambahan dan bukti tambahan, ditemukan bahwa sebagian tanah kliennya, I Wayan Sangging, yang sebelumnya diklaim tidak diketahui keberadaannya, ternyata dikuasai oleh tergugat.
“Di dalam persidangan ini ada satu fakta yang terkuak yaitu bahwa sebagian dari tanah milik klien kami yang tadinya tidak ditemukan dan pihak tergugat mengaku tidak tahu menahu, ternyata tanah itu juga dikuasai oleh tergugat dengan bukti berupa sertifikat hak milik nomor 36 yang sudah kami serahkan sebagai bukti tambahan,” katanya.
Samuel juga menyoroti keberadaan saksi yang dihadirkan oleh pihak tergugat yang dinilai tidak netral. Tergugat justru menghadirkan anak buahnya sebagai saksi yang objektivitasnya diragukan. (Sta/Kab).